MAKASSAR, TapakNews — Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Dekan Fakultas Teknik Unhas dilaporkan ke Polisi oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Makassar atas kasus pembunuhan mahasiswa jurusan arsitektur Teknik Universitas Hasanuddin almarhum Virendy Marjefy.
Laporan polisi berdasarkan Surat Tanda Penerimaan Laporan Nomor : STTLP/B/873/X/2024/SPKT/Polda Sulawesi Selatan, tertanggal Makassar, 1 Oktober 2024, dengan pengenaan Pasal 359 dan atau Pasal 170 KUHP, yang terjadi di Dusun Bonto Parang, Bonto Manurung, Kecamatan Tompo Bulu, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), pada tanggal 13 Januari 2023, lalu.
“Selama ini memang kami tidak mendapatkan simpati dari pihak kampus, terkhusus Dekan Fakultas Teknik Unhas dan Rektor Unhas, dan berdasarkan fakta persidangan maka penting bagi kami untuk melaporkan ke polisi sebagai pihak yang bertanggung atas kelalaiannya,” ungkap James Leonard Alanus Wehantouw, ayah almarhum Virendy Marjefy. Selasa, (1/10/24).
Diketahui Virendy Marjefy (19) adalah mahasiswa jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unhas angkatan 2021 itu, meninggal saat menjalani Diksar Mapala (pendidikan dasar mahasiswa pencinta alam) 09 Fakultas Teknik Unhas.
Pelaporan polisi keluarga korban Virendy Marjefy, didampingi LKBH Makassar Muhammad Sirul Haq, SH, C.NSP, C.CL. selaku Direktur LKBH Makassar dan Mulyarman D, SH pada sore hari pukul 16.00 WITA, Selasa 1 Oktober 2024, di SPKT Polda Sulsel.
“Simpati yang tak ada, itulah kami mendesak ke Kapolda Sulsel agar memeriksa juga Dekan Fakultas Teknik Unhas dan Rektor Unhas, baik sebagai penanggungjawab kegiatan, menaungi setiap nasib mahasiswa selama kuliah dan bertanggung dalam pembinaan kegiatan mahasiswa yang tertuang dalam statuta kampus,” terang Mulyarman D, SH, advokat pembela umum LKBH Makassar saat mendampingi keluarga korban.
Pihak keluarga korban juga menyampaikan belum menerima sepeser pun santunan dari pihak kampus, bahkan karangan bunga yang dikirim Rektor Unhas ke rumah duka, tiba saat jasad telah dikebumikan di pekuburan Pannara, Makassar.
“Tidak ada pak santunan, bahkan ucapan belasungkawa pun tidak ada secara resmi. Inilah yang kami herankan, bahkan dalam membantu proses pemakaman, saat di rumah sakit Grestelina tak satupun yang datang menunjukkan empati dan kepeduliannya kepada kami dan dari pihak Ketua Mapala 09 Fakultas Teknik Unhas dan Ketua Panitia yang sementara dipenjarakan,” tutur James Leonard Alanus Wehantouw yang juga pimpinan media Pedoman Rakyat.
Pihak LKBH Makassar dan keluarga korban berharap Kapolda Sulsel untuk menekankan proses penyelidikan berjalan transparan dan profesional tanpa ada keberpihakan, mengayomi dan mengutamakan presisi.
“Kami memang telah melaporkan penyidik Polres Maros pada laporan pertama, sebelum kami melaporkan lagi ke Polda Sulsel, Propam Polda Sulsel karena ada yang ganjal dalam komunikasi. Pemberian informasi dan khusus saat autopsi, pihak keluarga tidak dilibatkan aktif dalam proses, hanya jadi penonton diluar saja, nanti saat ingin dikubur kembali baru kami dipanggil,” beber James.
Sirul Haq menambahkan, pihaknya telah berkoordinasi, “secepatnya kami menunggu kabar apresiasi Kapolda Sulsel atas laporan keluarga korban ini, kapan mau bertemu keluarga korban dan kuasa hukum, banyak fakta hukum yang kami ingin kasih dan mendesak semua yang terlibat ditangkap dan dipenjarakan,” ujarnya.
Selain itu, pihak keluarga korban didampingi LKBH Makassar akan meminta pertanggung jawaban hukum dan ganti kerugian, dan yang paling bertanggung jawab adalah pihak institusi pendidikan kampus merdeka Universitas Hasanuddin, dalam hal ini Dekan Fakultas Teknik Unhas dan Rektor Unhas.