Penyambutan Mahasiswa Baru 2023/2024 dan Kuliah Umum UPRI Makassar

MAKASSAR, TapakNews — Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar menggelar Penyambutan Mahasiswa Baru tahun 2023/2024, dirangkaikan dengan Kuliah Umum yang dibawakan/pemateri oleh Prof. Dr Arlin Adam, S.KM., M.Si, Guru besar Fakultas Kesehatan (Fakes) UPRI.

Gelaran dilaksanakan di Aula Kampus II UPRI, Jl. Nipa-nipa Antang, Kota Makassar. Kamis, (21/09/23).

“Alhamdulillah pada kesempatan ini, kita melaksanakan penyambutan mahasiswa baru tahun 2023/2024 dan kuliah umum oleh Bapak Prof. Dr. Arlin Adam, S.KM., M.Si, Guru Besar dari Fakes UPRI Makassar, dengan judul atau tema “Tiga Dosa Besar Pendidikan, Tragedi Intelektualitas”, ucap Rektor, dalam sambutannya.

Dimana, lanjutnya dalam penyambutan mahasiswa baru dan kuliah umum, baru pertama kali diadakan tahun ini di UPRI.

Selain itu, M Darwis Nur Tinri juga menyebut, untuk penerimaan atau pendaftar Maba tahun ini di UPRI sebanyak 635 orang.

“Tahun ini, kita telah menerima mahasiswa sebanyak 635 orang Maba, ada yang mengikuti secara langsung dan ada juga secara daring.

Sementara itu, Prof. Dr. Arlin Adam, S.KM., M.Si, Guru Besar Fakes UPRI dalam materinya menyampaikan, bahwa ada 3 dosa besar pendidikan.

3 Dosa besar tersebut menurutnya yakni;
Kekerasan Seksual (Tindakan pelecehan terhadap seseorang),
– Bullying (Segala bentuk penindasan atau kekerasan),
– Intoleransi (Ketiadaan tenggang rasa). 

“Setelah saya mencoba melakukan konektifitas atau analisis, 3 dosa besar ini termasuk dosa penzaliman atau interaksional yang melibatkan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Kalau itu terjadi berarti disitu ada salah seorang yang merasa disakiti. Dalam pandangan Islam, dosa besar itu tidak akan di ampuni kalau yang di sakiti itu tidak memberi maaf kepada pelaku,” ungkap Prof Arlin.

Baca Lainnya :  Kerjasama dengan Universitas Muslim Maros, UPRI Makassar Gelar Pelatihan Penulisan Artikel Bereputasi

Dikatakannya, Kekerasan seksual dalam 3 dosa besar tersebut, bukan hanya kekerasan bersifat fisik, Tapi juga bersifat kataristik. Mengumbar kata yang bisa membangkitkan hasrat birahi, yang tidak disukai itu juga merupakan kekerasan seksual. Pelecehan dan penyimpangan seksual.

“Di dunia kampus kita sudah mengalami fenomena kekerasan seksual yang seharusnya tidak terjadi, makanya saya menyebutnya Tragedi Intelektualitas,” terangnya.

Selanjutnya, Guru Besar Fakes UPRI itu mengatakan, dosa besar yang ke 2, adalah Bullying. Ia mencontohkan seorang anak kecil di salah satu Sekolah Dasar (SD) yang mata kanannya ditusuk tusuk sate oleh seniornya atau kakaknya, akhirnya yang bersangkutan mata kanannya buta secara permanen.

“Luar biasa ini dampaknya, yang bersangkutan ini selain memang secara fisik sudah tidak optimal memfungsikan inderanya. Ini trauma yang berkepanjangan membuat mentalitasnya tidak bisa lagi tumbuh dengan baik,” jelasnya.

“Jadi semakin dia kekurangan semakin kita dekati atau rangkul. Jangan malah menjauhi atau membully, jangan menghina,” katanya.

Sementara, intoleransi kata Prof Arlin, tidak egois untuk mengartikan suatu kata, ia mencontohkan kata radikalisme. Radikalisme menurut Prof Arlin tidak harus di artikan negatif.

“Definisi radikalisme menurut saya bukan hal yang negatif. Ia tidak bermakna selamanya negatif. Radikalisme itu sebuah pharagrafristik yang berarti sebuah cara berfikir untuk sampai ke akar-akarnya. Itu adalah tindakan kritis kalau dalam sains fiqih. Seluruh filosof-filosof itu selalu diberi label sebagai cara berfikir radikal. Mengapa radikal karena dia mencari akar permasalahannya,” paparnya. (IL)