TAKALAR, TapakNews — Berlokasi di Lingkungan Panjarungan Desa Panrannuangku Kecamatan Polombangkeng Utara, Kabupaten Takalar. Objek tanah/sawah dengan luas 3.900 M2, NOP: 73.05.040.002.002.0237.0, menjadi perkara, setelah objek tersebut di duga di jual lagi oleh ahli waris kepada pihak lain sebesar Rp. 300 juta, selain kepada Hj Parida alias Dg. Caya.
Menurut Hj Parida, lokasi objek tersebut telah dilakukan perjanjian jual beli oleh kedua belah pihak, pada Senin, 20 Juni 2022, dengan harga sebesar Rp. 265 juta, antara dirinya dengan ahli waris bernama Iriansyah Tajuddin alias Kr Bantang.
Dalam perjanjian tersebut, antara pihak pertama (Hj. Parida) dan pihak kedua (Iriansyah Tajuddin) terjadi kesepakatan jual beli. Dimana Hj. Parida menyerahkan dana sebesar Rp. 100 juta sebagai DP (Panjar) kepada pihak kedua. Dan terlampir kwintasi yang ditanda tangani oleh Iriansyah Tajuddin.
Namun kata Hj. Parida, dana sebesar Rp. 100 juta itu dia berikan dulu lantaran sertifikat objek tersebut dinyatakan hilang oleh ahli waris (Iriansyah Tajuddin), sesuai dalam perjanjian jual beli tersebut. Tapi setelah sertifikat itu ditemukan oleh ahli waris, malah menjualnya lagi kepihak lain.
“Kr Bantang (Iriansyah Tajuddin) bilang hilang itu sertifikatnya, makanya saya kasih panjar dulu Rp. 100 juta. Kalau memang sertifikatnya sudah ada, saya siap bayar lunas, sesuai dengan surat perjanjian yang kita sepakati. Kalau perlu kasih sama saja harganya yang di jual kepihak lain, yang saya dengar dia jual lagi itu sawah sebesar Rp. 300 juta,” beber Hj. Parida,” Rabu, (18/01/23).
Sementara itu, Kasi Pemerintahan dan Trantik Kelurahan Panrannuangku, Arkan, SH, mengatakan dirinya baru mengetahui perkara pada objek tanah/sawah tersebut, ketika pihak penjual (Iriansyah Tajuddin) mendatangi Kantor Lurah Panrannuangku untuk meminta rekomendasi/ tanda tangan SK pihak Kelurahan Panrannuangku untuk proses balik nama sertifikat di Badan Pertanahan Nasional (BPN), kepada pihak pembeli kedua sebesar Rp. 300 juta.
“Sebenarnya kami baru tahu kalau tanah tersebut sengketa, setelah pihak penjual (Kr Bantang) datang kesini dan meminta tanda tangan SK pihak kelurahan untuk proses balik nama sertifikat kepada pihak pembeli kedua dan disitu ada redaksi yang mengatakan bahwa tanah tersebut tidak dalam sengketa, olehnya itu kami tidak mau menanda tanganinya karena sepengetahuan kami, tanah itu telah di kuasai oleh Hj. Parida, dan juga dengan adanya surat masuk ke Kantor kami dari Penasihat Hukum (PH) Hj. Parida, terkait objek tanah tersebut dengan lampiran bukti-bukti dokumen surat perjanjian jual beli kedua belah pihak,” tutur Kasi Pemerintahan dan Trantik itu, saat di konfirmasi di kantornya, Jumat, (20/01/23).
Arkan juga mengungkapkan mewakili pihak Kelurahan Panrannuangku, menyampaikan kepada pihak penjual untuk membicarakan hal tersebut kepada pihak pembeli pertama agar menemukan solusi atas perkara objek tanah tersebut, dan diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
“Intinya pihak penjual (Kr. Bantang) ingin membatalkan perjanjian jual beli tersebut dengan Hj. Parida, atau menggantikan objek tanah di Panjarungan ke lokasi/tanah lain yang juga milik Kr Bantang, karena objek yang jadi sengketa itu telah dia jual ke pihak lain (pembeli kedua),” ungkapnya.
Terkait hal itu, kata Arkan, pihak Kelurahan Panrannuangku memanggill Hj Parida untuk mencari jalan keluar atau titik temu dari perkara tanah tersebut. Namun Hj. Parida tetap tidak mau tanah yang telah dia DP Rp. 100 juta di alihkan ke lokasi/ tanah lain, dan tidak setuju dengan pembatalan sepihak oleh pihak penjual.
“Tidak ada kata sepakat oleh kedua belah pihak saat kami mengkonfirmasi keduanya untuk melakukan upaya mediasi sebagai jalan kekeluargaan menyelesaikan perkara objek tanah di Panjarungan tersebut,” terang Arkan.
Jadi kami, kata Arkan, mempersilahkan kedua belah pihak untuk melakukan upaya hukum, baik secara pidana atau perdata.
“Yang jelas, kami dari pihak Kelurahan Panrannuangku tidak akan menerbitkan atau menandatangani SK untuk balik nama dari pihak penjual, karena objek tanah/sawah tersebut saat ini dalam sengketa. Dan sertifikat objek tanah itu adalah sertifikat PRONA yang penerbitannya belum cukup 10 tahun,” ucap Kepala Seksi Pemerintahan itu.
Namun menurutnya, Sertifikat PRONA bisa dibalik nama atau dilakukan peralihan meskipun belum cukup 10 tahun penerbitannya, tapi harus ada SK dari pihak Kelurahan bahwa objek tanah tersebut tidak dalam sengketa.
“Hal inilah yang membuat kami tidak bisa menandatangani SK tersebut yang kemudian dilakukan proses balik nama di BPN, karena objek tanah yang tersebut ada kompalin/klaim,” imbuh Arkan.
Ditempat terpisah, Ketua LPM Kelurahan Panrannuangku, Abd Azis Dg Sarro mengatakan, terkait perkara objek tanah/sawah yang berada di lingkungan Panjarungan, ia mengatakan kalau bisa hal tersebut diselesaikan secara kekeluargaan.
“Kalau menurut saya masalah sawah di Panjarungan, kalau bisa diselesaikan saja secara kekeluargaan, atur damai saja, karena para kita ji ini keluarga. Bagaimanalah baiknya untuk kedua belah pihak. Karena kalau kita melihat bukti-bukti dari pihak pembeli pertama, yaitu Dg. Caya (Hj. Parida) memang dia yang duluan yang beli itu tanah. Ya jadi bagaimanalah baiknya, supaya persoalan ini cepat selesai dengan damai,” ujar Ketua LPM Panrannuangku, saat dikonfirmasi di kediamanya. Senin (23/01/23).
(IL)